Rabu, 27 Februari 2013

Floor Director / Pengarah Lapangan

Posted by Unknown at Rabu, Februari 27, 2013 1 comment
      Floor Director adalah orang yang bertanggung jawab dan bertugas membantu produser & director dalam mengarahkan dan mengkoordinir crew dan juga audience dilapangan, baik pada saat rehearsal maupun pada saat eksekusi (selama kegiatan produksi berlangsung). Floor Director mendengarkan perintah PD melalui sistem komunikasi intercom dari control room. Tugas utama seorang Floor Director adalah berkomunikasi dengan talent/pengisi acara. Dalam acara siaran langsung di studio, FD memiliki otoritas terakhir.
      Memandu acara di floor sesuai dengan keinginan produser & diector adalah merupakan salah satu tugas Floor Director atau yang biasa disebut dengan FD, namun FD juga dapat memberikan masukan kepada Produser & director apa yang terbaik untuk acara tersebut, terutama situasi dilapangan. Sebelum produksi dimulai atau yang biasa disebut dengan pra produksi, seorang Floor Director harus memahami rundown terlebih dahulu. Jika ada perubahan dalam rundown, maka sebagai pemimpin distudio, FD harus segera mengkomunikasikannya dengan seluruh crew yang ada distudio. Begitu pula jika ada perubahan yang melibatkan anchor misalnya, maka FD secepat mungkin memberitahukan pada anchor tersebut.

      Ada beberapa tanggung jawab seorang Floor Director dalam persiapan untuk menghadapi rekaman / penyiaran suatu acara, antara lain:
a.  Memeriksa kembali apakah semua pintu studio telah tertutup.
b.  Menjaga kondisi studio, mengkoordinir serta mengatur dan melakukan cek apakah tata dekorasi, plot lighting, blocking kamera dan tata audio distudio telah siap.
c.  Pengisi acara (talent) dan kerabat kerja telah berada atau siap ditempat.
d.  Demikian pula gambar distudio monitor telah menerima output dari vision mixer dan sebagainya.

      Seorang Floor Director mempunyai tugas utama yaitu menjalankan apa yang terdapat didalam script / rundown dan memberi aba-aba kepada pengisi acara selama rehearsal dan proses shooting berlangsung. Selama proses produksi tersebut, segala sesuatu yang terjadi di lapangan, FD tetap berkoordinasi dan melaporkan kepada director.

Pembagian Tugas FD, antara lain:
1.  Lead Floor Director – Bertanggung jawab atas koordinasi antara FD dan juga atas kelancaran proses syuting acara secara keseluruhan.
2. Traffic Floor Director – Bertanggung jawab terhadap sirkulasi talent dan kelengkapan properti pendukung acara.
3. Back Stage Floor Director – Bertanggung jawab mempersiapkan seluruh talent pendukung acara di back stage agar flow acara berjalan lancer.
4.  Audience Warmer (AW) Floor director – Bertanggung jawab menyambut audience dan menciptakan suasana kondusif di studio audience dapat menikmati acara dengan nyaman selama acara berlangsung.


Metode pemberian aba–aba

     Ada beberapa cara pemberian aba–aba yang berupa kata–kata, tanda– tanda, gerakan atau dengan gambar. Beberapa metodenya adalah:
a.  Aba–aba secara verbal. Aba–aba secara verbal dilakukan dengan menggunakan kalimat dalam dialog, yang tentunya semuanya telah disepakati bersama, demikian dalam komentar dapat diberikan aba–aba dimulai / diakhiri / beralih ke sumber lainnya.
b.  Aba–aba melalui intercom. Aba–aba ini sifatnya secara langsung diberikan kepada pengisi acara / pembaca berita / komentator melalui earpiece, sehingga memudahkan pengarahan / direct kepada pengisi acara.
c.  Aba–aba melalui tally light. Pengisi Acara bisa memperhatikan lampu tanda yang ada diatas bodi kamera (biasanya berwarna merah), baik menyala, mati / berkedip.
d.  Aba–aba melalui monitor peragaan tertentu yang keluar melalui output dari monitor, digunakan sebagai tanda dimulai / diakhirinya suatu kegiatan satu ke kegiatan yang lainnya.
e.  Aba–aba dari Floor Director (tanpa suara) dan cue verbal distudio ketika dimulai pengambilan gambar. Komando yang diberikan dari Pengarah Acara akan disebarluaskan kepada crew yang bertugas distudio termasuk pengisi acara (talent). Beberapa contoh gerakan FD:


Merapatkan dua posisi atau lebih


10 second standby

30 second standby



Acara segera dimulai / obyek siap on air












Berdiri / meninggikan posisi



Duduk / merendahkan posisi











Closing program



Closing segment
















Inframe / Masuk ke dalam frame



Hentikan penelepon









Kecepatan bicara ditambah



Kecepatan bicara dilambatkan



Materi bahasan diperpanjang / diperpendek










       Tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang Floor Director, merupakan tugas yang ikut menentukan keberhasilan produksi yang sedang dilaksanakan, baik dari segi kreatifitas maupun segi pengorganisasian, pada acara–acara televisi ukuran besar dan komplek, FD berperan sebagai penghubung lokal dan melaksanakan sebagian tugas Pengarah Acara pada tahap latihan masih diluar studio. Tetapi pada saat latihan sudah dipindahkan kestudio (camera rehearsal), Floor Director melakukan checking yang bersifat non teknis, dengan maksud sejauh mana kesiapan dari seluruh kerabat kerjanya dan akan melihat apakah set dekorasi telah siap untuk dipergunakan pada hari yang telah ditetapkan, demikian pula FD akan mengatur grafik yang akan diambil dengan kamera studio.
        Masalah ketepatan waktu pun merupakan aspek yang akan menjadi tanggung jawab Floor Director, bukan saja waktu untuk melakukan latihan–latihan tetapi juga waktu kapan akan melakukan istirahat.

Senin, 25 Februari 2013

Prinsip Kerja Stasiun Televisi

Posted by Unknown at Senin, Februari 25, 2013 1 comment
            Cara kerja stasiun TV dimulai dari Departemen Programming. Departemen inilah yang merencanakan & menentukan program apa yang akan ditayangkan, pada jam berapa & siapa saja target pemirsanya. Lalu program itu apakah harus dibuat sendiri secara inhouse, outsource, dibeli dari PH lokal atau harus di import dari luar negeri. Jika dibeli dari luar negeri, program itu berupa cassete atau berupa siaran langsung (live).
Bila program-program itu telah dipilih & jadwal penayangannya telah ditentukan, maka bagian Sales & Marketing yang akan memasarkan / menjualnya kepada calon pemasang iklan. Slot-slot waktu yang tersedia untuk iklan kemudian diberi harga (rate card), sedangkan jenis iklan yang ditawarkan bisa berupa video, graphic, animasi, running text, iklan built in / blocking time. Itu semua tergantung dari kesepakatan antara kedua belah pihak (pemasang iklan & operator stasiun TV).
Jika program harus dibuat sendiri secara in house, maka bagian Produksi kemudian akan menyusun crew, membuat jadwal dan memproduksi program itu sesuai target waktu yang telah ditentukan. Produksinya bisa dikerjakan didalam studio / diluar studio, tergantung dari jenis program apa yang sedang dibuat. Setelah jadi (dalam bentuk pita cassete / file hardisk) langkah berikutnya adalah proses Pasca Produksi (Editing, Graphic & Quality Control). Bila telah lolos dari Quality Control berarti program ini telah siap tayang & program itu kemudian dikirim ke Playout untuk dimasukkan ke dalam daftar tunggu (Play List). Nantinya, pada jam, menit & detik yang telah ditentukan, program ini akan tayang sendiri secara otomatis berdasarkan perintah dari software On Air Automation.
On Air Automation bekerja berdasarkan data entry yang dimasukkan oleh bagian Traffic. Jika fasilitasnya tersedia, bisa juga data itu berisi kapan running text, graphic atau animasi iklan harus tampil bersama-sama dengan program (fasilitas ini disebut dengan Secondary Event). Bagian Traffic biasanya berada dibawah Sales dengan tujuan agar memudahkan koordinasi & kontrol terhadap penayangan iklan. Sebab hal ini berakitan erat dengan masalah tagihan & pembayaran iklan. Traffic / pengaturan lalu lintas program & iklan ini cukup rumit, karena melibatkan banyak pihak (Programming, Sales, Finance & Teknik) sehingga diperlukan software khusus untuk membantu mempermudah teknis operasionalnya.
Ketika semuanya sudah tersusun rapih & kemudian di run, maka Playout akan secara otomatis menayangkan program & iklan itu secara berurutan sesuai jadwal yang telah tersusun dalam Play List. Sinyal audio & video yang keluar dari Playout kemudian dipilih oleh Master Switcher untuk selanjutnya dikirim ke Pemancar untuk dipancarkan. Dibutuhkan sebuah alat yang berfungsi untuk menyalurkan sinyal dari Studio ke Pemancar, yang disebut dengan STL (Studio to Transmitter Link) sebagaimana diperlihatkan dalam gambar diagram di bawah ini.


Gambar diagram prinsip kerja stasiun televisi.

Dalam menyusun urutan program sering kali terdapat slot waktu untuk siaran langsung (live), baik yang berasal dari dalam / luar studio. Sementara itu siaran langsung biasanya waktunya sering tidak pasti, dalam arti bisa maju / mundur beberapa menit / detik. Oleh karena itu didalam software On Air Automation umumnya telah tersedia fasilitas yang mampu menyesuaikan maju mundurnya waktu penayangan program siaran langsung ini.
Siaran langsung dari luar studio umumnya menggunakan jalur Fiber Optic, Satelit / Microwave Link sebagai sarana untuk mengirimkan sinyal dari lokasi ke studio. Sinyal-sinyal yang berasal dari luar ini dipilih melalui Routing Switcher dan kemudian harus di sinkronkan terlebih dahulu dengan standar sinyal eksisting yang ada didalam studio. Perangkat yang berfungsi untuk mensinkronisasi sinyal video ini disebut Frame Synchronizer. Selanjutnya, untuk mengukur kualitas sinyal-sinyal dari luar itu digunakan peralatan video monitoring berupa Waveform dan Vectorscope.
Didalam siaran berita sering kali disisipi dengan laporan langsung dari lokasi. Maka sinyal dari lokasi ini harus dikirim terlebih dahulu ke studio, kemudian digabungkan dengan pembaca berita (terkadang disisipi text & gambar-gambar graphic), baru kemudian diteruskan ke Master Switcher untuk disisipi logo, running text / iklan animasi (bila ada) & selanjutnya output dari Master Switcher dikirim ke Pemancar.
Jika ukuran Studio itu cukup besar maka bisa digunakan untuk memproduksi program-program hiburan seperti talk show, kuis, kontes / live music atau acara-acara lain yang agak kolosal. Tapi itu semua tergantung dari visi & misi dari stasiun TV itu sendiri.
Studio sering pula digunakan untuk keperluan rekaman (taping). Hasil rekamannya kemudian diproses dijajaran Pasca Produksi untuk menjalani proses editing. Misalnya gambar-gambar yang tidak perlu harus dibuang, suara yang lemah diperkuat atau yang terlalu kuat dikurangi, kemudian diberi tulisan / graphic agar tampilannya lebih menarik atau diberi sisipan suara (dubbing / voice over) bila perlu. Setelah proses itu semua selesai kemudian materinya diserahkan ke bagian Quality Control untuk diperiksa kualitasnya. Bila telah lolos Quality Control, barulah dikirim ke Play Out untuk dimasukkan ke dalam daftar tunggu (Play List). Pada waktu yang telah ditentukan, program ini kemudian akan tayang sendiri secara otomatis atas perintah software On Air Automation.

Kamis, 21 Februari 2013

Tipografi (Typography)

Posted by Unknown at Kamis, Februari 21, 2013 0 comment
Sejarah Tipografi

Sejarah perkembangan tipografi dimulai dari penggunaan pictograph. Bentuk bahasa ini antara lain dipergunakan oleh bangsa Viking Norwegia dan Indian Sioux. Di Mesir berkembang jenis huruf Hieratia, yang terkenal dengan nama Hieroglif pada sekitar abad 1300 SM. Bentuk tipografi ini merupakan akar dari bentuk Demotia, yang mulai ditulis dengan menggunakan pena khusus.
Bentuk tipografi tersebut akhirnya berkembang sampai di Kreta, lalu menjalar ke Yunani dan akhirnya menyebar keseluruh Eropa. Puncak perkembangan tipografi, terjadi kurang lebih pada abad ke-8 SM di Roma saat orang Romawi mulai membentuk kekuasaannya. Karena bangsa Romawi tidak memiliki sistem tulisan sendiri, mereka mempelajari sistem tulisan Etruska yang merupakan penduduk asli Italia serta menyempurnakannya sehingga terbentuk huruf-huruf Romawi.
Saat ini tipografi mengalami perkembangan dari fase penciptaan dengan tangan hingga mengalami komputerisasi. Fase komputerisasi membuat penggunaan tipografi menjadi lebih mudah dan dalam waktu yang lebih cepat dengan jenis pilihan huruf yang ratusan jumlahnya.

Pengertian Tipografi

Tipografi adalah ilmu yang mempelajari tentang seni dan desain huruf (termasuk simbol) dalam aplikasinya untuk media komunikasi visual melalui metode penataan layout, bentuk, ukuran dan sifatnya sehingga pesan yang akan disampaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Secara modern, tipografi berkaitan dengan penataan huruf pada media elektronik, baik dari segi tampilan maupun outputnya ke berbagai media cetak. Sedangkan secara tradisional, tipografi berkaitan dengan penataan huruf melalui media manual berupa lempeng baja yang timbul atau karet (stempel) yang timbul yang berkenaan dengan tinta dan akan dituangkan ke permukaan kertas.

Ada beberapa tahapan yang harus diketahui dalam Tipografi, antara lain:
1.  Pengenalan Anatomi Huruf
2.  Pengenalan Bentuk dan Penerapannya pada Publikasi
3.  Mempelajari Legibility Teks dalam Publikasi

Anatomi Huruf

Dengan pembagian Anatomi tersebut, huruf dibagi menjadi 5 bentuk dasar, yaitu:
1.  Font Serif (Mempunyai serif/lentik diujungnya)
2.  Font Sans Serif (Sans artinya tidak ada, yang berarti tidak ada serif/lentik diujungnya)
3.  Font Slab Serif (Mendekati serif tetapi lentiknya patah)
4.  Script
5.  Decorative (Font yang didesain khusus dengan tema tertentu)

Ada beberapa aturan dalamTtipografi, antara lain:
1.   Untuk Readibility atau keterbacaan yang optimal pergunakan jenis huruf yang secara fisik sederhana dan umum sehingga mudah dikenali.
2.   Jangan terlalu banyak mempergunakan jenis huruf dalam sebuah design. Pergunakan maksimal 3 jenis huruf.
3.   Jangan takut mempergunakan satu jenis huruf saja. Karena satu jenis huruf tidak akan monoton bila digali potensi Type familynya.
4.   Untuk membedakan dan memberi penekanan pada informasi pergunakan Point Size yang berbeda sesuai dengan hirarki dan prioritas informasinya.
5.   Jangan membuat kolom untuk Body Text terlalu panjang, karena akan melelahkan mata. Panjang kolom ideal maksimal 10 cm.
6.   Point Size untuk Body Text jangan terlalu kecil karena sulit dibaca ataupun terlalu besar karena makan ruang. Idealnya adalah 9 sampai 12 point, walaupun bisa dibuat 8 sampai 15 point tergantung kebutuhan.
7.   Hindari pemakaian jenis huruf yang hampir sama, karena masyarakat umum belum tentu dapat menangkap perbedaannya.
8.   Teks yang ditulis dengan huruf capital atau Upper case semua akan lebih sulit dibaca dari pada pemakaian kombinasi Upper case dan Lower case.
9.   Kerning atau jarak antar huruf yang terlalu dekat atau terlalu jauh akan mengganggu kenyamanan membaca. Temukan jarak ideal sesuai dengan kenyamanan dan kebutuhan.
10. Leading atau jarak antar baris yang terlalu dekat atau terlalu jauh akan mengganggu kenyamanan membaca. Temukan jarak ideal sesuai dengan kenyamanan dan kebutuhan.
11. Untuk pembacaan optimal pergunakan komposisi baris teks atau Aligment yang umum seperti rata kiri, rata kanan, rata kiri-kanan dan rata tengah.
12. Huruf yang terlalu ramping atau Condensed dan terlalu lebar atau Expanded akan mengganggu kenyamanan membaca. Jadi pergunakan untuk kebutuhan yang khusus.
13. Jaga integritas ketikan dengan mengatur huruf dan kata pada Base Line atau garis dasar.
14. Untuk kemudahan baca atau Readibility apabila bekerja dengan warna, pastikan ada kontras warna yang cukup antara teks dengan Back ground.
15. Teks dengan warna tua dan Back ground dengan warna muda akan lebih mudah dibaca dari pada teks warna muda dengan Back ground warna tua.

The Art Of Type

Bila dilihat dari sisi keilmuan, Tipografi haruslah dipelajari dan dipergunakan sesuai dengan konsep dan teori yang berlaku. Namun bila dilihat dari sisi seni (dimana pada setiap orang memiliki “kadar” yang berbeda dalam hal nilai “estetika” dan Art), maka untuk menghasilkan sebuah design yang unik, hendaknya dipergunakan juga teknik Tipografi yang menarik untuk dipandang dan dilihat mata.


                                                   Contoh gambar Tipografi:





Beberapa teknik dasar untuk menghasilkan tipografi yang menarik, antara lain:

1. Teknik pemanfaatan ruang tertentu pada Font Utama Bagian dengan pemanfaatan ruang kosong pada huruf utama, untuk menempatkan huruf lain yang lebih kecil.
2. Teknik penggabungan huruf dengan karakteristik tebal dan tipis sebuah kata.
3. Teknik Kombinasi Huruf dengan Bentuk Tertentu (Shape).
4. Teknik Transformasi Angka. Prinsip dasar sebuah angka yang dapat dijadikan sebagai huruf.
5. Teknik penggunaan warna yang berbeda pada huruf. Dengan pewarnaan yang berbeda, meskipun tanpa penggunaan spasi, dua kata yang dijadikan tipografi (untuk logo misalnya) akan dapat terbaca. Pewarnaan yang berbeda juga dapat menjadi pemisahan sebuah kata yang ambigu (memiliki 2 makna).
6. Teknik Opacity & Transparansi warna yang berbeda pada Tipografi. Tipografi dengan efek opacity (ketebalan warna) digunakan sebagai penguat fokus teks utama. Selain memperkuat fokus teks utama, tipografi jenis ini digunakan juga sebagai penghias latar belakang (backgraound) sebuah design.
7. Teknik Penggunaan “Hirarki”, huruf yang lebih besar digunakan untuk judul utama (hal yang paling ingin disampaikan), sedangkan yang kecil sebagai teks pendukung.
8. Teknik Rotasi. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk memberikan efek distorsi kemiringan pada tipografi, agar sebuah kata pada design lebih “menantang” untuk dibaca.
9. Teknik penggunaan font yang berbeda pada sebuah design.
10. Teknik ”Drop Cap” (penggunaan huruf awal yang lebih besar).
11. Teknik ”Kerned” (pengaturan jarak horizontal antar huruf). Pada bagian atas huruf dalam posisi normal dan terlihatbiasa, sedangkan pada bagian bawah, huruf terlihat lebih rapat. Teknik kerned ini cocok digunakan sebagai variasi ”penyempitan” ruang pada sebuah kata.
12. Teknik ”Rag” (perataan huruf perparagraf). Huruf dirangkai menjadi tidak teratur, karena tidak adanya perataan kanan, kiri, rata kiri-kanan dan rata tengah. Penggunaan teknik “Rag” meskipun tanpa perataan, huruf tetap menjadi lebih teratur dan terlihat lebih proporsional.
13. Teknik pemberian ruang yang besar pada satu tipografi. Dengan cara memberikan ruang yang cukup besar pada sebuah design, dapat membentuk sebuah nuansa hening, rapih dan elegan.
Beberapa hal yang harus dihindari dalam Tipografi, yaitu:
1. Huruf Serif digunakan secara Capital dalam Body text (Paragraph) terlalu banyak.
2. Menggunakan font Comic Sans pada publikasi serius dan yang tidak seharusnya.
3. Huruf Script digunakan untuk Body Text terlalu banyak.
4. Menarik (stretching) huruf sehingga terlihat lebih “horizontal” atau “vertikal” atau tidak professional dari ukuran font semula.

Selasa, 12 Februari 2013

Proses Produksi Program Siaran Televisi

Posted by Unknown at Selasa, Februari 12, 2013 0 comment
              Dalam Proses pembuatan sebuah film atau siaran acara televisi, terdapat beberapa tahapan yang harus diperhatikan, dalam tahapan-tahapan ini sangat penting dan berpengaruh terhadap hasil sebuah siaran yang akan ditayangkan. Adapun tahapan-tahapan tersebut di antara lain:

A.    Pre Production Planning

              Praproduksi adalah salah satu tahap dalam proses pembuatan film. Pada tahap ini dilakukan sejumlah persiapan pembuatan film, diantaranya meliputi perencanaan, menentukan ide, menentukan jadwal pengambilan gambar, mencari lokasi, menyusun anggaran biaya, mencari/mengaudisi calon pemeran, mengurus perizinan, menentukan staf dan crew produksi, mengurus penyewaan peralatan produksi film dan juga persiapan produksipasca produksi serta persiapan-persiapan lainnya.

1.    IDE

              Ide sebuah cerita yang akan dibuat menjadi program video dan televisi dapat diambil dari cerita yang sesungguhnya (true story) atau non fiksi dan rekaan (fiksi).
Disamping itu Riset sangat diperlukan setelah telah menemukan sebuah ide yang akan dibuat menjadi sebuah program. Riset dalam konteks ini adalah suatu upaya mempelajari dan mengumpulkan informasi yang terkait dengan naskah yang akan  ditulis.
             Setelah memahami hasil riset atau informasi yang terkumpul, dapat dibuat kerangka atau outline dari informasi yang akan dituangkan menjadi sebuah script.
Langkah selanjutnya adalah membuat sinopsis atau deskripsi singkat mengenai program yang akan ditulis. Sinopsis dan outline akan membantu  memfokuskan perhatian pada pengembangan ide yang telah dipilih sebelumnya. Penulisan sinopsis harus jelas agar dapat memberi gambaran tentang isi program video atau televis yang akan dibuat.
             Menulis naskah harus didasarkan pada rencana yang telah dibuat yang meliputi outline, synopsis dan treatment. Seorang penulis harus memiliki kreatifitas dalam mengembangkan treatment menjadi sebuah naskah. Sebuah treatment harus berisi deskripsi yang jelas tentang lokasi, waktu, pemain, adegan dan properti yang akan direkam ke dalam program video. Treatment juga menggambarkan tentang sistematika atau sequence program video atau televisi yang akan diproduksi. Dalam menulis, Penulis harus memperhatikan kaidah-kaidah penulisan naskah yang benar.
            Draf naskah yang telah selesai ditulis perlu di telaah untuk melihat kebenaran substansinya dan juga cara penyampaian pesannya. Draf naskah pun masih perlu di telaah ulang oleh orang yang mengerti substansi isi program (content expert) dan ahli media (media specialist).
Finalisasi naskah merupakan langkah akhir sebelum naskah diserahkan kepada produser dan sutradara untuk diproduksi. Naskah final merupakan hasil revisi terhadap masukan-masukan yang diberikan oleh content expert dan ahli media.

2.   PERENCANAAN

             Dalam proses produksi sebuah siaran televisi, harus adanya unsur perencanaan agar langkah-langkah yang akan dilakukan akan menjadi mudah dan terarah karena sudah adanya perencanaan. Adapun hal-hal yang ada dalam sebuah perencanaan antara lain :

a.    Stafing/Crew
             Pembentukan sebuah staf atau crew  yang benar-benar berkompeten dengan bidang dan kemampuannya, dalam hal ini seorang produser program hendaknya benar-benar memperhatikan dalam penentuan crew yang benar-benar layak untuk dipilih, karena hal ini bertujuan untuk menciptakan sebuah team yang solidaritasnya tinggi.

b.    Bageting/Biaya
             Bageting atau biaya juga harus benar-benar sudah diperhitungkan dalam sebuah perencanaan, hal ini bertujuan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk memproduksi Program siaran tersebut.

c.    Menentukan Waktu
             Menentukan waktu atau menyusun scedul produksi, hal ini bertujuan agar proses produksi lebih terarah. Dan selesai pada waktu yang telah ditentukan.

d.    Rapat Crew
             Kegiatan ini merupakan bagian dari Perencanaan dari Proses sebuah Produksi Siaran Televisi, yang bertujuan agar seluruh crew benar-benar paham dan mengerti dengan apa yang akan dikerjakannya. Oleh karena itu dilakukannya rapat crew yang bermaksud untuk memberi arahan sebelum dilakukannya shooting.


3.   PERSIAPAN


            Setelah melewati tahap perencanaan, maka tahap selanjutnya adalah Persiapan.

Pada tahap persiapan ini, semua tim harus mempersiapkan segala sesuatu yang butuhkan sebelum shooting atau proses pengambilan gambar berlangsung. Baik dari segi Peralatan, operasional dilapangan, dan lain sebagainya. Namun tak lepas dari itu semua, terdapat dua hal penting yang harus dipersiapkan, yaitu Breakdown dan Shooting Script.

a.      Breakdown

            Merupakan sebuah tabel kegiatan yang mana berisi tentang jadwal kegiatan shooting berlangsung dan lengkap dengan penanggung jawab, dan properti apa saja yang dibutuhkan, serta tanggal dan jam kegiatan dilaksanakan.

Breakdown ini berfingsi sebagai panduan untuk mempermudah setiap tim memahami dan mengerti akan apa saja yang harus dikerjakan dan dipersiapkan, sehingga dengan adanya breakdown ini pekerjaan akan lebih terarah dan berjalan tersusun karena sudah ada susunan kegiatan yang sudah diatur.

b.      Shooting Script
             Shoting script memiliki sedikit kesamaan dengan breakdown, hanya saja pada shooting script hanya berisi kumpulan dari setiap shine yang telah dikelompokkan  berdasarkan lokasi shootingnya. Hal ini bertujuan untuk mempermudah proses pengambilan gambar sehingga tidak rumit dan berpindah pindah.
Disamping itu, didalam shooting script juga berisi tentang instruksi-instuksi angel/sudut pengambilan gambar yang tentunya sudah disesuaikan dan diselaraskan dengan alur cerita /naskah.


B.     Set Up And Rehearsel

           Tahapan ini disebut juga dengan  tahap Pengesetan, yang mana seluruh hal-hal yang berhubungan dengan teknis  dilapangan baik dekorasi tempat, tata cahaya, tata suara dan kamera. Seluruhnya harus melalui proses pengesetan atau diatur agar sesuai  terhadap konsep yang telah ditentukan dalam breakdown, hal ini bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan teknis dilapangan.
            Disamping itu, dalam tahap ini juga dilakukan gelade atau latihan. Disini seluruh artis yang akan berperan dalam naskah dilatih sesuai dengan karakter (Blocking Artis) yang tertulis dalam naskah. Blocking alat dan lain sebagainya.

C.    Production

            Proses pengambilan gambar dari setiap scene yang talah dituangkan kedalam shooting script berdasarkan naskah yang ditulis, di sinilah ujung penentu baik atau tidaknya sebuah produksi  dilihat dari proses produksi tersebut. Maka  peran sutradara dan semua team sangat menunjang dalam penyelesaian suatu produksi siaran

D.    Pasca Production

            Pasca Produksi merupakan sebuah tahapan akhir dari dari sebuah produksi siaran televisi, namun didalam tahap pasca produksi ini terdapat beberapa proses lagi di antaranya:

a.       Editing
            Merupakan penggabungan dari beberapa scene yang telah dishooting pada saat tahap produksi, yang telah disusun dan disesuaikan dengan naskah .

b.      Mixing
            Merupakan rangkaian dari proses editing, yang bertujuan memberikan sound atau suara baik berupa back sound maupun narasi.

c.       Revew
            Memutar ulang hasil produksi yang bertujuan untuk dikaji ulang kembali guna mengantisipasi akan terjadinya kesalahan-kesalahan pada saat tahap-tahap sebelumnya.

d.      Revisi
            Memperbaiki dan menyempurnakan hasil produksi yang ada, apabila terdapat perubahan-perubahan yang dihasilkan dari proses revew sebelumnya.

e.       Hasil Akhir
            Merupakan proses finalisasi hasil dari sebuah produksi siaran yang mana hasil tersebut  memang sudah benar-benar layak untuk On Air atau layak siar.

f.       On Air
            Proses penyiaran hasil produksi siaran  melalui stasiun penyiaran.

Media Penyimpanan Video

Posted by Unknown at Selasa, Februari 12, 2013 0 comment
1. Betacam
   Betacam merupakan format analog pengganti U-Matic dalam penggunaan video untuk penyiaran (broadcasting). Semua stasiun TV diwajibkan menggunakan format Betacam dan yang ingin memutar videonya di televisi, wajib menyerahkan dalam format Betacam. Setelah mendominasi sistem video dunia penyiaran televisi, peralatan penyiaranpun didominasi dengan label “BETACAM Support/Compatible”, mulai dari Kamera Video, Video Switcher, bahkan hingga Sistem Penyiaran RF (Radio Frekuensi).
Stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia yang muncul di tahun 1987 – 1995 berinvestasi dengan sistem Betacam dan sistem penyiaran serta teknologi video Betacam masuk ke Indonesia mulai tahun 1987 (dimulai dari TVRI).
       Betacam terus dikembangkan oleh SONY untuk mempertahankan format dari Betacam yang pernah ‘mendewa’. Apapun format video Betacam, akan tetap bertahan menggunakan jenis kaset yang sama.
Betacam terdiri dari 2 macam yaitu: Betacam digital yang berawarna biru & Betacam analog yang berwarna abu-abu.

2. DV
       DV merupakan format perekaman standar digital video yang mampu memproduksi gambar berukuran 720 x 576 (PAL) dan 720 x 480 (NTSC) dengan kemampuan penangkapan garis horizontal maksimal 576 line. Teknologi DV dikompresi dengan rasio 5:1 dan menghasilkan bitrate 25Mb/detik atau jika di transfer ke hard disk untuk diproses lebih lanjut, format DV menghabiskan 13,2Gb/jam. Dengan sistem Intraframe Compression, data yang ada pada kaset DV dapat di transfer secara digital dengan menggunakan teknologi Firewire (Applecode : IEEE/1394) atau yang biasa disebut dengan i-Link untuk membuat DV tidak kehilangan kualitas pada hambatan yang terdapat dalam kabel koneksi analog (seperti pada kabel komponen Y’CbCr/BNC). Teknologi transfer data video digital ini dibuat karena memang teknologi DV dirancang untuk diedit secara digital (Non-Linear Editing) atau editing dengan menggunakan software editing pada komputer.

3. Mini DV
      Mini DV merupakan bentuk pertama dari pengemasan format DV, yang disebut “S-Size DV”. Pita kaset Mini DV dengan kesepakatan bersama menjadi kaset standar teknologi DV. Bentuk kasetnya kecil dan ringkas. Harganya pun hanya berkisar antara Rp. 15.000 hingga Rp. 20.000 per kaset. Media Mini DV pun sanggup untuk merekam format DVCam atau DVCPRO. Jika Mini DV (rata-rata berdurasi 62 menit) direkam dengan menggunakan format DVCam atau DVCPRO, maka durasinya akan berkurang 22%, hal ini dikarenakan format DVCam maupun DVCPRO membutuhkan daya putar lebih cepat dari pada format perekaman menggunakan format DV.
      Pada teknologi digital, jenis kaset tidak menentukan kualitas gambar. Yang menentukan adalah format & cara perekaman gambar, yang meliputi cara mengkompresi gambar yang ditentukan oleh codec/compressor dan juga proses merubah energi cahaya ke dalam bentuk digital pada saat pengambilan gambar oleh processor kamera tergantung kemampuan kamera kita.

4. Pita Kaset Analog
      Pita Kaset Analog cukup lama berjaya sejak awal ditemukannya pita video. Video analog (berupa gelombang transfersal) adalah sebuah media yang menggunakan sinyal-sinyal analog. Sinyal-sinyal analog tersebut berisi luminance (brightness) dan chrominance (warna). Karena pita video analog membawa warna dan ketajaman, maka kualitas gambar juga ditentukan dari format pita videonya.

5. VCD
       VCD adalah kompresi MPEG-1 dengan ukuran gambar yang sangat kecil, yaitu 352 x 288 (PAL), 350 x 240 (NTSC) sebanyak 200 line.

6. DVD
       DVD-Video (Digital Versetail Disc Video) bekerja mirip dengan VCD, dimana data video ditulis dalam kepingan DVD. Ketika dibaca oleh player, baru software yang ada di dalam player menterjemahkan data tersebut sebagai data video. Hanya saja yang berbeda, video yang berformat DVD menggunakan kompresi MPEG-2 dan mampu menghasilkan gambar seukuran DV, yaitu 720 x 576 (PAL) dan 720 x 480 (NTSC) dengan jumlah garis horizontal 576 line. Bitrare pada DVD lebih fleksibel, tergantung kualitas yang diinginkan. Semakin kecil bitrate yang digunakan, semakin kecil pula file video yang dihasilkan, dan semakin banyak pula durasi video yang dapat di tampung pada satu keping DVD. Bitrate yang banyak digunakan antara lain 3000kb/detik (untuk durasi 120 menit), 6000kb/detik (90 menit) dan 9000kb/detik (60 menit).
7. HDCam
      HDCAM dapat merekam gambar dengan kompresi Uncompressed, dan beresolusi gambar 1920 x 1080 dan ini adalah awal munculnya format HD. Teknologi HDCam dan DVCPRO HD membutuhkan kecepatan transfer data sebesar 100mb/detik. Kecepatan yang sulit untuk mendapat dukungan komputer konsumen saat ini. Sehingga format ini didesain untuk proses editing linear menggunakan kabel komponen Y’CbCr. 
8. Video Home System
   Video Home System (VHS) merpuakan format video dengan lebar penampang pita 16mm yang dikeluarkan oleh pendatang video baru dari Jepang, Japan Victor Company (JVC) di tahun 1976. VHS memiliki durasi putar lebih lama (maksimal 180 menit). Sementara saat dipercepat (play-fastforward) atau dimundurkan (play-rewind), VHS dapat menghasilkan gambar yang bersih.
    Resolusi video yang dihasilkan adalah 350 x 311px, 250line.

9. Pita Kaset Video Digital
    Format Video Digital merupakan sebuah format yang menjadikan pita magnetik kaset sebagai media penyimpanan data (secara digital), bukan media penyimpanan gelombang transfersal video (seperti pada analog). Alhasil, pada kaset video digital, kualitas bukan ditentukan oleh kaset, karena kaset hanya digunakan sebagai media penyimpanan data yang memiliki kemampuan menyimpan data hingga sebesar 25Mb/detik dan kemampuan mereproduksi garis-garis horizontal sebanyak 520 lines.
    Dalam video digital ada 2 unsur yang berbeda, yaitu: Jenis Kaset Video itu sendiri (yang berupa pita magnetik biasa) dan Jenis Format Perekaman Video. Kaset hanyalah media penyimpanan.

10. HDV (High Definition Video)
        HDV adalah teknologi yang ditujukan untuk mengganti teknologi DV. HDV merupakan format dan pendatang baru yang mampu menggebrak dunia penyiaran maupun perfileman. Karena dengan niat mengganti teknologi DV, format HDV pun direkam di atas media DV (kaset DVCam & Mini DV). Di dalam kaset DV, HDV dapat direkam ke dalam 2 sistem, yaitu: PAL dan NTSC. Pada format HDV pula, perbedaan ukuran gambar di kedua sistem tidak lagi tampak. Yang tersisa adalah jumlah bingkai di setiap detiknya. PAL tetap bertahan pada 25fps (25p/50i) dan sementara NTSC pada 30fps (30p/60i).
Ukuran gambar yang dihasilkan HDV (PAL maupun NTSC) adalah 1440 x 1080 (yang kemudian akan menyesuaikan dengan ukuran HD sebenarnya 1920 x 1080).
       HDV menghasilkan bitrate yang sama dengan DV yaitu 25mb/detik, karena HDV menggunakan sistem kompresi Interframe MPEG2-GOPs dan merekam dengan mengelompokan gambar.
Pada PAL, 25fps di pepatkan menjadi 12 GOPs (Group of Pictures), sementara pada NTSC, 30 gambar dipepatkan menjadi 15 GOPs. GOPs merupakan teknologi baru pada video digital yang dapat mengelompokkan beberapa gambar dalam satu kelompok gambar pada saat penyimpanan yang kemudian akan dipisahkan kembali ketika frame tersebut dibaca atau di playback.
       Dalam siaran HDV, kebutuhan Color Sampling tidak lagi dibutuhkan karena siaran sudah menggunakan sistem digital, yang artinya kualitas tidak akan turun pada kabel koneksi dan gelombang siaran mereka, karena koneksi gambar dan gelombang siaran sudah menyiarkan gelombang digital berupa data-data biner dan ketika ditangkap oleh pesawat televisi konsumen gelombang digital tersebut langsung di proyeksikan oleh televisi HD yang biasa berupa televisi LCD (Liquid Crystal Device) atau plasma TV.
 

Illustration & Expectation★ Copyright © 2011 Design by Ipietoon Blogger Template | web hosting